sábado, 16 de fevereiro de 2008

Kedua, mengapa Yesus gagal mempertahankan diri-Nya sendiri di hadapan orang-orang yang menyiksa dan membunuh Dia?


“Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya” (Yesaya 53:7).

Ketika kita mendengar kata-kata terakhir dari para martir itu selalu membangkitkan semangat. Itu membuat hati kita terangkat ketika mendengarkan kata-kata terakhir mereka menjelang ajal. Polykarpus adalah seorang pengkhotbah dari permulaan abad kedua.

Dalam bahasa Inggris namanya adalah Polycarp, dan dalam bahasa Latin itu adalah Polycarpus.

Polykarpus pernah menjadi murid Rasul Yohanes. Suatu hari ia berdiri di hadapan hakim penyembah berhala, yang berkata, “Kamu orang tua.

Tidak seharusnya kamu mati….Bersumpahlah dan aku akan melepaskanmu.

Apa salahnya mengucapkan ‘Tuhan Kaisar,’ dan mempersembahkan dupa kepadanya?

Namun kamu harus bersumpah demi Kaisar dan aku akan dengan senang hati melepaskan kamu. Sangkallah Kristus dan kamu akan hidup.”

Polykarpus menjawab, “Depalan enam tahun aku telah melayani Dia, dan Dia tidak pernah berbuat salah kepadaku.

Bagaimana mungkin aku dapat mengkhianati Rajaku yang telah menyelamatkan aku?” Hakim itu berkata, “Aku akan membakarmu ke dalam api.”

Polykarpus menjawab, “Api yang Anda akan gunakan membakar saya hanya akan membakar saya selamat satu jam dan setelah itu habis.

Namun apakah Anda tahu api penghakiman yang akan datang dan penghukuman kekal yang menyimpan orang-orang yang menghujat Tuhan? Namun mengapa Anda masih berlambat-lambat?

Cepatlah, lakukan apa yang Anda ingin lakukan.”

Komandan prajurit ini kemudian memerintahkan bentaranya untuk masuk ke dalam arena dan mengumumkan dengan nyaring di tengah kerumuman orang banyak, “Polykarpus telah mengakui dirinya sebagai orang Kristen!”

“Bakar hidup-hidup!” Seruan para penyembah berhala itu.

Api telah dipersiapkan.

Seorang pelaksana hukuman mendekati Polykarpus hendak memakukan dia pada sebuah tiang. Korban itu berkata dengan tenang, “Tinggalkan aku sendirian.

Ia yang mengijinkan aku untuk menahan api itu akan memungkinkan aku tetap berdiri tanpa bergerak di atas bara api, tanpa Anda harus memaku aku.”

Kemudian pengkhotbah itu mengangkat suaranya dalam doa, memuji Allah bahwa ia “dianggap layak untuk mati.”

Api itu menyala dan nyala api itu berkobar dan menyelubungi dia.

Ketika tubuhnya tidak terbakar dalam nyala api itu, pelaksana hukuman menusuk dia dengan pedang. Sehingga berakhirlah kehidupan Polykarpus, gembala di Smirna dan murid Rasul Yohanes itu

(see James C. Hefley, Heroes of the Faith, Moody Press, 1963, pp. 12-14).

Namun Tuhan Yesus Kristus tidak melakukan hal yang demikian ketika terancam oleh siksaan dan kematian!
Ya, Ia seharusnya berbicara kepada imam besar.
Ya, Ia seharusnya berbicara kepada gubernur Romawi Pontius Pilatus.
Namun ketika tiba saatnya bagi Dia untuk dicambuk setengah mati dan kemudian dipakukan di kayu Salib, perkataan-perkataan nabi Yesaya mendeskripsikan fakta yang menakjubkan bahwa Ia diam!

“Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya” (Yesaya 53:7).

Ia tidak berkata apa-apa ketika mereka memukul Dia! Ia tidak berkata apa-apa ketika mereka memakukan Dia di kayu Salib! Marilah kita kembali ke ayat kita dan menyelami lebih dalam darinya dengan mengajukan tiga pertanyaan dan jawabannya.

I. Pertama, siapa orang yang disebut Yesus ini?

Tentang siapa nabi berbicara, katanya,
“Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya…”?
(Yesaya 53:7).

Alkitab menjelaskan kepada kita bahwa Ia adalah Tuhan dari kemuliaan, Pribadi Kedua dari Trinitas Kudus, Allah Putera yang menjelma menjadi manusia!

Seharusnya kita tidak pernah berpikir bahwa Yesus hanyalah seorang guru manusia atau hanyalah seorang nabi! Ia tidak membiarkan kita berpikir tentang Dia dalam istilah-istilah itu, karena Ia berkata,

“Aku dan Bapa adalah satu” (Yohanes 10:30).

Lagi, Yesus berkata,
“Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati” (Yohanes 11:25).

Jika orang lain pernah mengatakan hal-hal itu kami akan menyebut dia mengkhayal, kerasukan, bingung, sakit atau mengigau! Namun ketika Yesus berkata bahwa Ia dan Allah Bapa adalah satu, dan ketika Ia berkata, “Akulah kebangkitan dan hidup,” dan kata-kata seperti itu, kita hentikan, bahkan yang terburuk dari kita, mengherankan jika [kita berpikir bahwa] Ia mungkin tidak benar-benar memaksudkan demikian!

Walaupun saya tidak selalu setuju dengan C. S. Lewis, bagaimana mungkin kita tidak setuju dengan pernyataannya yang terkenal tentang Yesus Kristus?

C. S. Lewis berkata,

Di sini saya sedang mencoba untuk mencegah orang-orang yang berbicara hal yang sungguh bodoh yang orang-orang sering katakan tentang Dia [Kristus]:

“Saya siap untuk menerima Yesus sebagai guru moral yang agung, tetapi saya tidak menerima klaim bahwa Dia adalah Allah.”

Itu adalah satu hal yang tidak seharusnya Anda katakan.

Dan orang yang hanya manusia belaka berkata bahwa Yesus adalah manusia belaka yang tidak akan menjadi guru agung, ia akan menjadi lebih gila lagi
– sama dengan orang yang berkata bahwa Ia adalah telur rebus
–atau lagi Ia akan menjadi Iblis dari Neraka.

Anda harus membuat pilihan untuk diri Anda sendiri.
Bagaimana pun Orang ini dulu, dan sekarang adalah Anak Allah; atau lagi [Anda] mau menganggap-Nya sebagi orang gila atau yang lebih buruk lagi.

Anda dapat menyangkal Dia karena kebodohan Anda, Anda dapat meludahi Dia atau membunuh Dia sebagai iblis; atau Anda dapat tersungkur di kaki-Nya dan memanggil Dia Tuhan dan Allah. Tetapi janganlah kita datang dengan omong kosong menganggap Dia sebagai manusia biasa dan guru yang agung. Ia tidak pernah membiarkan itu terbuka bagi kita. Ia tidak menginginkan itu

(C. S. Lewis, Ph.D., Mere Christianity, Harper Collins, 2001, page 52).

“Anda dapat meludahi Dia atau membunuh Dia sebagai iblis; atau Anda dapat tersungkur di kaki-Nya dan memanggil Dia Tuhan dan Allah… Anda harus membuat pilihan untuk diri Anda sendiri.”

Yesus berkata,
“Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yohanes 14:6).

Adakah Anda memilikinya! Anda tidak dapat mencampurkan Yesus dengan Budhisme atau Hinduisme sama sekali karena Yesus “tidak pernah membiarkan itu terbuka bagi kita. Ia tidak mengijinkan itu.”

Kristus membiarkan kita dengan tanpa ada pilihan lain. Ia berkata, “Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.”

“Anda dapat meludahi Dia atau membunuh Dia sebagai iblis; atau Anda dapat tersungkur di kaki-Nya dan memanggil Dia Tuhan dan Allah…

Anda harus membuat pilihan untuk diri Anda sendiri.”

II. Kedua, mengapa Yesus gagal mempertahankan diri-Nya sendiri di hadapan orang-orang yang menyiksa dan membunuh Dia?

Mengapa itu bahwa
“Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya”? (Yesaya 53:7).

Seorang ilmuwan tersohor Albert Einstein, walaupun ia bukan orang Kristen, berkata,
Tak seorangpun dapat membaca [empat] Injil tanpa merasakan kehadiran Yesus secara nyata. Kepribadian-Nya berdenyut dalam setiap kata.

Tidak ada mitos yang dipenuhi dengan kehidupan seperti itu

(Albert Einstein, Ph.D., The Saturday Evening Post, October 26, 1929).

Namun ketika Ia dicambuk dan disalibkan Ia tidak berkata apapun! Mengapa Kristus gagal mempertahankan diri-Nya sendiri dari orang-orang yang menyesah Dia dan membunuh Dia? Barangkali Rousseau filsuf atheis dari Perancis mendekati jawaban dari pertanyaan itu ketika ia berkata,
Jika Socrates hidup dan mati sebagai filsuf, Yesus hidup dan mati sebagai Allah

(Jean-Jacques Rousseau, French philosopher, 1712-1778).

Yesus tidak mempertahankan diri-Nya sendiri karena tujuan-Nya datang ke dunia adalah memang untuk menderita dan mati. Setahun sebelum Ia disalibkan Ia membuat itu jelas.
“Sejak waktu itu Yesus mulai menyatakan kepada murid-murid-Nya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga” (Matius 16:21).

The Applied New Testament Commentary berkata,
Petrus baru saja mengakui bahawa Yesus adalah Kristus, Mesias, Anak Allah yang hidup [Markus 8:29].

Namun [Petrus] masih tidak memahami untuk apa Kristus datang ke dunia. Ia berpikir sama seperti orang-orang Yahudi lainnya, yaitu, bahwa Kristus harus datang ke dunia untuk menjadi raja duniawi.

Oleh sebab itu, ketika Yesus menjelaskan kepadanya bahwa [Dia] harus menderita banyak hal dan… dibunuh, Petrus tidak dapat menerima itu. Ia menegor Yesus karena mengatakan hal seperti itu. Yesus juga berkata bahwa setelah tiga hari [Dia] akan bangkit kembali. Yesus tahu, bukan hanya bahwa Ia harus mati, namun juga bahwa Ia akan bangkit dari antara orang mati pada hari ketiga. Murid-murid tidak memahami ini sama sekali

(Thomas Hale, The Applied New Testament Commentary, Kingsway Publications, 1996, pp. 260-261).

Namun kita harus memahaminya.

“Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa” (I Timotius 1:15)
oleh kematian-Nya bagi dosa-dosa kita di kayu Salib, dan oleh kebangkitan-Nya, yang memberikan hidup kepada kita. Yesus tidak membuka mulut-Nya dan mempertahankan diri-Nya ketika Ia dicambuk dan disalibkan karena, seperti yang Ia katakan kepada Pilatus, “Untuk itulah Aku lahir dan untuk itulah Aku datang ke dalam dunia ini” (Yohanes 18:37).

III. Ketiga, apa yang ayat kita ini jelaskan kepada kita berhubungan dengan keterdiaman Yesus menghadapai penderitaan?

“Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya” (Yesaya 53:7).

Silahkan duduk kembali. “Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas.”

Dr. Young berkata bahwa ini dapat diterjemahkan, “Dia [mengijinkan] diri-Nya sendiri ditindas.” Dalam penindasan ini ia dengan sukarela mau menderita… tidak membela dirinya sendiri atau menyatakan protes yang keluar dari mulutnya.

Orang tidak dapat memahami [nubuatan ini] tanpa memikirkan penggenapannya, ketika di hadapan tahta Pilatus Hamba sejati ini tidak menjawab apa-apa. ‘Ketika ia dicaci maki, tidak mencaci maki’ [Ketika ia menderita ia tidak mengancam]”

(Edward J. Young, Ph.D., The Book of Isaiah, Eerdmans, 1972, volume 3, pp. 348-349).

“Maka kata Pilatus kepada-Nya: "Tidakkah Engkau dengar betapa banyaknya tuduhan saksi-saksi ini terhadap Engkau?" Tetapi Ia tidak menjawab suatu katapun, sehingga wali negeri itu sangat heran [sangat terkejut]” (Matthew 27:13-14).

“Lalu imam-imam kepala mengajukan banyak tuduhan terhadap Dia:

tetapi Ia tidak menjawab apa-apa. Pilatus bertanya pula kepada-Nya, katanya:

"Tidakkah Engkau memberi jawab? Lihatlah betapa banyaknya tuduhan mereka terhadap Engkau!" Tetapi Yesus sama sekali tidak menjawab lagi, sehingga Pilatus merasa heran [terkejut dan heran]” (Markus 15:3-5).

“Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya” (Yesaya 53:7).

Kristus dibandingkan dengan anak domba.

Dalam Perjanjian Lama, orang-orang membawa domba untuk disembelih sebagai persembahan korban kepada Allah. Sebelum domba itu dikorbankan mereka harus mencukur domba itu, memangkas semua bulu-bulunya. Anak domba berdiri dengan kelu atau diam ketika ia dicukur. Seperti domba korban yang diam pada waktu dicukur dan disembelih, “ia tidak membuka mulutnya” (Yesaya 53:7).

Yohanes Pembaptis juga membandingkan Yesus dengan anak domba korban ketika ia berkata,
“Lihatlah Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia” (Yohanes 1:29).

Ketika Anda datang kepada Yesus dengan iman, pengorbanan-Nya di kayu Salib membayar semua dosa Anda, dan Anda berdiri di hadapan Allah tanpa dosa. Kesalahan Anda telah dihapuskan oleh kematian-Nya di kayu Salib.

David Brainerd, misionaris terkenal untuk orang-orang Indian Amerika, mengumumkan kebenaran ini di sepanjang pelayanannya.

Ketika ia berkhotbah kepada orang-orang Indian, ia berkata, “Saya tidak akan pernah lari dari Yesus dan Dia yang disalibkan. Saya telah menemukan bahwa sekali orang-orang ini digenggam oleh… arti dari pengorbanan Kristus yang agung atas nama kita, saya tidak perlu memberikan banyak pengajaran tentang perubahan tingkah laku mereka”

(Paul Lee Tan, Th.D., Encyclopedia of 7,700 Illustrations, Assurance Publishers, 1979, p. 238).

Saya tahu bahwa itu sama benarnya untuk hari ini. Sekali Anda melihat bahwa
“Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci” (I Korintus 15:3),
dan sekali Anda menerima Juruselamat yang telah disalibkan dan bangkit dengan iman, Anda menjadi orang Kristen. Sisanya secara komparatif lebih mudah untuk menjelaskan dan memahami. Terimalah Kristus dengan iman dan Anda diselamatkan!

Ketika ia terbaring menjelang kematiannya, Spurgeon berkata, “Teologi saya ditemukan dalam empat kata sederhana ini

– ‘Jesus died for me’ (Yesus telah mati bagiku).
Saya tidak berkata bahwa ini adalah semua yang akan saya khotbahkan jika saya harus bangkit lagi, namun itu lebih dari cukup untuk mati atasnya.
Yesus telah mati bagiku” (Tan, ibid.).
Dapatkah Anda mengatakan itu? Jika tidak, maukah Anda datang kepada sang Juruselamat yang telah bangkit dan percaya kepada Dia malam ini?

Maukah Anda berkata, “Yesus telah mati bagiku, dan aku datang kepada Dia untuk memperoleh keselamatan penuh oleh Darah dan kebenaran-Nya”?

Kiranya Allah memberikan kepada Anda iman sederhana untuk melakukan itu malam ini!

Amin.

Nenhum comentário: